Rabu, 09 Januari 2008

Hipertensi Pada Ibu Hamil

Hipertensi pada Kehamilan Pre-eklampsia/Eklampsia







Terdapat tiga kategori besar kelainan hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan (pregnancy-induced hypertension).

EPIDEMIOLOGI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan / pre-eklampsia / eklampsia :

Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat
Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten

Paritas
- angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua
- primigravida tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat

Ras / golongan etnik
- bias (mungkin ada perbedaan perlakuan / akses terhadap berbagai etnikdi banyak negara)

Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko meningkat sampai + 25%

Faktor gen
Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin

Diet / gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu / pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese / overweight

Iklim / musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi

Tingkah laku / sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih tinggi.
Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi kemungkinan / insidens hipertensi dalam kehamilan.

Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan pre-eklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal / vaskular primer akibat diabetesnya.
Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan pre-eklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini / pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklampsia.

PATOFISIOLOGI PRE-EKLAMPSIA

Sampai sekarang etiologi pre-eklampsia belum diketahui. Membicarakan patofisiologinya tidak lebih dari "mengumpulkan" temuan-temuan fenomena yang beragam. Namun pengetahuan tentang temuan yang beragam inilah kunci utama suksesnya penangaan pre-eklampsia.
Sehingga pre-eklampsia / eklampsia disebut sebagai "the disease of many theories in obstetrics."

A "proposed" sequence of events in the pathogenesis of toxemia of pregnancy. The main features are : 1) decreased uteroplacental perfusion, 2) increased vasoconstrictors and decreased vasodilators, resulting in local (placental) and systemic vasoconstriction, and 3) disseminated intravascular coagulation (DIC).
The primary cause(s) of pre-eclampsia / eclampsia still unknown.

Perubahan kardiovaskular
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal : karena vasodilatasi perifer.
Vasodilatasi perifer disebabkan penurunan tonus otot polos arteriol, akibat :
1. meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi
2. menurunnya kadar vasokonstriktor (adrenalin/noradrenalin/ angiotensin II)
3. menurunnya respons dinding vaskular terhadap vasokonstriktor akibat produksi vasodilator / prostanoid yang juga tinggi (PGE2 / PGI2)
4. menurunnya aktifitassusunan saraf simpatis vasomotor
Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal ke tekanan darah sebelum hamil.
+ 1/3 pasien pre-eklampsia : terjadi pembalikan ritme diurnal, tekanan darah naik pada malam hari. Juga terdapat perubahan lama siklus diurnal menjadi 20 jam per hari, dengan penurunan selama tidur, yang mungkin disebabkan perubahan di pusat pengatur tekanan darah atau pada refleks baroreseptor.

Regulasi volume darah
Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada pre-eklampsia.
Kemampuan mengeluarkan natrium terganggu, tapi derajatnya bervariasi. Pada keadaan berat mungkin juga tidak ditemukan edema (suatu "pre-eklampsia kering").
Jika ada edema interstisial, volume plasma lebih rendah dibandingkan wanita hamil normal, dan dengan demikian terjadi hemokonsentrasi. Porsi cardiac output untuk perfusi perifer relatif turun.
Perfusi plasenta melakukan adaptasi terhadap perubahan2 ini, maka pemakaian diuretik adalah TIDAK sesuai karena justru akan memperburuk hipovolemia. Plasenta juga menghasilkan renin, diduga berfungsi cadangan untuk mengatur tonus dan permeabilitas vaskular lokal demi mempertahankan sirkulasi fetomaternal.
Perubahan metabolisme steroid tidak jelas. Kadar aldosteron turun, kadar progesteron tidak berubah.
Kelainan fungsi pembekuan darah ditunjukkan dengan penurunan AT III.
Rata-rata volume darah pada penderita pre-eklampsia lebih rendah sampai + 500 ml dibanding wanita hamil normal.

Fungsi organ-organ lain
Otak
Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.
Hati
Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang berhubungan dengan beratnya penyakit.
Ginjal
Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein ("sindroma nefrotik pada kehamilan").

Sirkulasi uterus, koriodesidua dan plasenta
Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang TERPENTING pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan.
1. Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.
2. hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.
3. karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.

Picture : Histopathological appearance of uterine vessels in pre-eclampsia. Note the clotting inside the vessels due to acute atherosis, fibrinoid necrosis of the vessel walls, subendothelial macrophages (arrows), and perivascular / stromal lymphocytic infiltrate (dark dots).

(++Perubahan berbagai sistem enzimatik tubuh lainnya : baca sendiri yaaa…. Susah bener eeuuii… gileeeee….)

DIAGNOSIS PRE-EKLAMPSIA

Diagnosis pre-eklampsia ditegakkan berdasarkan :
1. peningkatan tekanan darah yang lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg
2. atau peningkatan tekanan sistolik > 30 mmHg atau diastolik > 15 mmHg
3. atau peningkatan mean arterial pressure >20 mmHg, atau MAP > 105 mmHg
4. proteinuria signifikan, 300 mg/24 jam atau > 1 g/ml
5. diukur pada dua kali pemeriksaan dengan jarak waktu 6 jam
6. edema umum atau peningkatan berat badan berlebihan

Tekanan darah diukur setelah pasien istirahat 30 menit (ideal). Tekanan darah sistolik adalah saat terdengar bunyi Korotkoff I, tekanan darah diastolik pada Korotkoff IV.

Bila tekanan darah mencapai atau lebih dari 160/110 mmHg, maka pre-eklampsia disebut berat. Meskipun tekanan darah belum mencapai 160/110 mmHg, pre-eklampsia termasuk kriteria berat jika terdapat gejala lain seperti disebutkan dalam tabel.

Kriteria Diagnostik Preeklampsia Berat
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg.
2. Proteinuria = 5 atau (3+) pada tes celup strip.
3. Oliguria, diuresis < 400 ml dalam 24 jam
4. Sakit kepala hebat dan gangguan penglihatan
5. Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen atau ada ikterus
6. Edema paru atau sianosis
7. Trombositopenia
8. Pertumbuhan janin yang terhambat

Pre-eklampsia dapat terjadi pada usia kehamilan setelah 20 minggu, atau bahkan setelah 24 jam post partum.

Bila ditemukan tekanan darah tinggi pada usia kehamilan belum 20 minggu, keadaan ini dianggap sebagai hipertensi kronik.

Pre-eklampsia dapat berlanjut ke keadaan yang lebih berat, yaitu eklampsia.
Eklampsia adalah keadaan pre-eklampsia yang disertai kejang.

Gejala klinik pre-eklampsia dapat bervariasi sebagai akibat patologi kebocoran kapiler dan vasospasme yang mungkin tidak disertai dengan tekanan darah yang terlalu tinggi.
Misalnya, dapat dijumpai ascites, peningkatan enzim hati, koagulasi intravaskular, sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelets), pertumbuhan janin terhambat, dan sebagainya.

Bila dalam asuhan antenatal diperoleh tekanan darah diastolik lebih dari 85 mmHg, perlu dipikirkan kemungkinan adanya pre-eklampsia membakat.
Apalagi bila ibu hamil merupakan kelompok risiko terhadap pre-eklampsia.

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada kecurigaan pre-eklampsia sebaiknya diperiksa juga :
1. pemeriksaan darah rutin serta kimia darah : ureum-kreatinin, SGOT, LD, bilirubin
2. pemeriksaan urine : protein, reduksi, bilirubin, sedimen
3. kemungkinan adanya pertumbuhan janin terhambat, konfirmasi USG bila ada.
4. nilai kesejahteraan janin (kardiotokografi).

Komplikasi pre-eklampsia berat / eklampsia
- ablatio retinae
- DIC
- gagal ginjal
- perdarahan otak
- gagal jantung
- edema paru

Impending eclampsia
Pre-eklampsia berat disertai satu atau lebih gejala : nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, kenaikan tekanan darah progresif. Ditangani sebagai kasus eklampsia.

PENATALAKSANAAN PRE-EKLAMPSIA

Prinsip penatalaksanaan pre-eklampsia
1. melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
4. melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.

Penatalaksanaan pre-eklampsia ringan

1. dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
2. tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmHg).
3. istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal 8 jam pada malam hari)
4. pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
5. pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
6. bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi : metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari).
7. diet rendah garam dan diuretik TIDAK PERLU
8. jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu
9. indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga obat antihipertensi.
10. jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-eklampsia berat. Jika perbaikan, lanjutkan rawat jalan
11. pengakhiran kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi terminasi lainnya. Minimal usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.
12. persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala II.

Penatalaksanaan pre-eklampsia berat

Dapat ditangani secara aktif atau konservatif.
Aktif berarti : kehamilan diakhiri / diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal.
Konservatif berarti : kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal.
Prinsip : Tetap PEMANTAUAN JANIN dengan klinis, USG, kardiotokografi !!!

1. Penanganan aktif.
Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruang khusus di daerah kamar bersalin. Tidak harus ruangan gelap.
Penderita ditangani aktif bila ada satu atau lebih kriteria ini :
- ada tanda-tanda impending eklampsia
- ada HELLP syndrome
- ada kegagalan penanganan konservatif
- ada tanda-tanda gawat janin atau IUGR
- usia kehamilan 35 minggu atau lebih
(Prof.Gul : 34 minggu berani terminasi. Pernah ada kasus 31 minggu, berhasil, kerjasama dengan perinatologi, bayi masuk inkubator dan NICU)
JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !!
Pengobatan medisinal : diberikan obat anti kejang MgSO4 dalam infus dextrose 5% sebanyak 500 cc tiap 6 jam. Cara pemberian MgSO4 : dosis awal 2 gram intravena diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus (80 ml/jam atau 15-20 tetes/menit).
Syarat pemberian MgSO4 : - frekuensi napas lebih dari 16 kali permenit - tidak ada tanda-tanda gawat napas - diuresis lebih dari 100 ml dalam 4 jam sebelumnya - refleks patella positif.
MgSO4 dihentikan bila : - ada tanda-tanda intoksikasi - atau setelah 24 jam pasca persalinan - atau bila baru 6 jam pasca persalinan sudah terdapat perbaikan yang nyata.
Siapkan antidotum MgSO4 yaitu Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%, diberikan intravena dalam 3 menit).
Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg. Obat yang dipakai umumnya nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun dapat diberi tambahan 10 mg lagi.
Terminasi kehamilan : bila penderita belum in partu, dilakukan induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter Folley, atau prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi partus pervaginam. Pada persalinan pervaginam kala 2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau cunam.

2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan konservatif.
Medisinal : sama dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera dilakukan terminasi.
JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !!
Obstetrik : pemantauan ketat keadaan ibu dan janin. Bila ada indikasi, langsung terminasi.

Penatalaksanaan eklampsia

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas, yang ditandai dengan timbulnya kejang dan / atau koma.

Sebelumnya wanita hamil itu menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia (kejang-kejang dipastikan BUKAN timbul akibat kelainan neurologik lain).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala pre-eklampsia disertai kejang dan atau koma.

Tujuan pengobatan : menghentikan / mencegah kejang, mempertahankan fungsi organ vital, koreksi hipoksia / asidosis, kendalikan tekanan darah sampai batas aman, pengakhiran kehamilan, serta mencegah / mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi, sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.

Sikap obstetrik : mengakhiri kehamilan dengan trauma seminimal mungkin untuk ibu.
Pengobatan medisinal : sama seperti pada pre-eklampsia berat. Dosis MgSO4 dapat ditambah 2 g intravena bila timbul kejang lagi, diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan ini hanya diberikan satu kali saja.
Jika masih kejang, diberikan amobarbital 3-5 mg/kgBB intravena perlahan-lahan.
JANGAN LUPA : OKSIGEN DENGAN NASAL KANUL, 4-6 L / MENIT !!
Perawatan pada serangan kejang : dirawat di kamar isolasi dengan penerangan cukup, masukkan sudip lidah ke dalam mulut penderita, daerah orofaring dihisap. Fiksasi badan pada tempat tidur secukupnya.

Sikap dasar
semua kehamilan dengan eklampsia HARUS diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Pertimbangannya adalah keselamatan ibu.
Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi hemodinamika dan metabolisme ibu, paling lama 4-8 jam sejak diagnosis ditegakkan. Yang penting adalah koreksi asidosis dan tekanan darah.
Cara terminasi juga dengan prinsip trauma ibu seminimal mungkin.
Bayi dirawat dalam unit perawatan intensif neonatus (NICU).

Pada kasus pre-eklampsia / eklampsia, jika diputuskan untuk sectio cesarea, sebaiknya dipakai ANESTESIA UMUM. Karena kalau menggunakan anestesia spinal, akan terjadi vasodilatasi perifer yang luas, menyebabkan tekanan darah turun. Jika diguyur cairan (untuk mempertahankan tekanan darah) bisa terjadi edema paru, risiko tinggi untuk kematian ibu.
Pasca persalinan : maintenance kalori 1500 kkal / 24 jam, bila perlu dengan selang nasogastrik atau parenteral, karena pasien belum tentu dapat makan dengan baik. MgSO4 dipertahankan sampai 24 jam postpartum, atau sampai tekanan darah terkendali.

Resusitasi janin : penting dikuasai !!

Catatan : di Indonesia
Kasus pre-eklampsia ringan sampai berat di daerah, jika mungkin, dipertahankan selama mungkin sambil dirujuk. Karena resusitasi / perawatan intensif neonatus di daerah sangat sulit dilakukan. Kecuali jika kasus terjadi di rumahsakit dengan fasilitas lengkap, dapat langsung terminasi.
Tapi sebagian besar kasus masih ditangani konservatif sambil dirujuk. Akibatnya, perjalanan penyakit makin berat, prognosis makin buruk, angka kematian maternal / perinatal makin tinggi (pre-eklampsia / eklampsia merupakan salah satu faktor penentu angka kematian maternal / perinatal yang terutama di Indonesia).

HIPERTENSI KRONIK DENGAN KEHAMILAN

Hipertensi kronik mungkin sudah terdapat sebelum kehamilan, mungkin meliputi 3-20% dari seluruh hipertensi dalam kehamilan.
Sebab yang umum : hipertensi esensial, kelainan ginjal, penyakit vaskular, endokrin, penyakit kolagen.

Klinis kelompok risiko tinggi adalah :
- usia pasien di atas 40 tahun
- ada riwayat hipertensi di luar kehamilan
- tekanan darah di atas 160/100 mmHg
- ada riwayat diabetes mellitus, penyakit ginjal, kardiomiopati, penyakit kolagen / vaskuler

Lakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral, karena kadang terjadi bersama dengan diabetes mellitus.

Hipertensi kronik dapat mengalami superimposed pre-eclampsia, artinya pre-eklampsia yang menyertai penyakit itu.

Prinsip : pengendalian tekanan darah, dapat dengan obat-obatan seperti pada pre-eklampsia. Jika ada indikasi terhadap patologi lain, misalnya ureum-kreatinin tinggi, maka perlu dilakukan hemodialisis dan terminasi.


Hipertensi Pada Ibu Hamil

Metabolisme tubuh selama kehamilan berbeda-beda. Sistem hormonal, sistem kardiovaskuler, dan pengeluaran urin, berbeda antara wanita hamil dengan wanita tidak hamil. Perilaku makan dan gaya hidup misalnya berubah drastis. Mood Anda pun berubah sewaktu hamil. Volume darah akan meningkat dan mencapai maksimum pada trimester ke-2 dan ke-3. Tekanan darah jantung pun meningkat dan membawa komplikasi berupa peningkatan kerja ginjal.

Riwayat hipertensi dan penyakit ginjal sebelum kehamilan akan menyebabkan hipertensi menjadi semakin parah. Penelitian yang dilakukan terhadap 400 ibu hamil selama 4 minggu menyimpulkan bahwa ibu yang mempunyai riwayat hipertensi sebelum kehamilan lebih berisiko menderita hipertensi selama kehamilan. Peningkatan tekanan darah ini bisa mencapai 9-13%. Sebaliknya, pada ibu yang mempunyai tensi normal sebelum kehamilan, tekanan darah hanya akan meningkat hanya 8%.

Hipertensi selama kehamilan menjadi penyebab kematian ibu hamil, kematian bayi dan berat bayi lahir rendah. Tekanan darah yang meningkat mengakibatkan pembuluh darah mengalami vasokontriksi (penyusutan/penyempitan). Akibatnya suplai darah ke jaringan tubuh akan berkurang. Organ akan kehilangan asupan nutrisi dan oksigen sehingga lambat laun mengakibatkan organ tidak berfungsi dan bahkan kematian organ. Akibatnya, ibu hamil meninggal karena komplikasi dari hipertensi seperti gagal ginjal atau kematian organ lainnya. Hipertensi juga bertanggung jawab terhadap perdarahan selama persalinan.

Nutrisi dan oksigen bagi pertumbuhan janin disuplai dari ibu. Bila suplai terganggu, bayi bisa meninggal dan kurang gizi. Bila bayi masih hidup dan lahir dengan selamat, berat badannya sangat rendah dan ukuran bayi sangat kecil.

Penyebab terjadinya hipertensi yang mendadak terjadi selama kehamilan, khususnya jenis hipertensi gestasional dan preeklampsia atau eklampsia, belum diketahui dengan jelas. Untungnya, tekanan darah selama kehamilan akan kembali normal setelah persalinan. Menjelang persalinan, tubuh akan beraksi dengan menahan kerja jantung sehingga tekanan darah menjadi menurun dan menjadi normal. Tetapi, bisa juga tekanan darah melonjak tinggi beberapa jam setelah melahirkan. Ketidakpastian dan ketidakstabilan tekanan darah selama kehamilan ini yang menyebabkan sulitnya memastikan apakah benar seorang ibu hamil menderita hipertensi yang membahayakan kehamilannya.

Hipertensi pada kehamilan terjadi bila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg pada posisi duduk. Pengukuran dilakukan 2 kali dengan interval 6 jam dan hasil pengukuran hasilnya tetap tinggi. Pengukuran yang teratur, terutama menjelang persalinan sangat penting.

Terdapat beberapa jenis hipertensi. Hipertensi yang berbahaya adalah eklampsia dan preeklampsia, karena selain hipertensi juga terjadi proteiuria (adanya protein dalam urin). Proteinuria menunjukkan adanya kerusakan fungsi ginjal.

HIPERTENSI

Hipertensi atau penyakit darah tinggi terjadi karena adanya pembuluh darah yang menegang sehingga membuat tekanan darah meningkat. Gejala yang umum dialami:

* Pusing dan sakit kepala.

* Kadang disertai dengan bengkak di daerah tungkai.

* Bila dilakukan pemeriksaan laboratorium, akan ditemui adanya protein yang tinggi dalam urinnya.

* Tekanan darah bisa mencapai 140/90 sementara batas normal untuk tekanan darah atas antara 100-120 dan tekanan bawah 70-85.

Perlu diketahui bahwa penderita hipertensi dapat dibagi menjadi dua. Pertama, penderita yang sudah mengidap hipertensi sebelum kehamilan terjadi. Kedua penderita hipertensi akibat kehamilan itu sendiri. Jadi mungkin saja sebelum kehamilan tekanan darah ibu normal, lalu disaat hamil mendadak tinggi. Kondisi inilah yang disebut dengan preeklamsia dan eklamsia. Preeklamsia biasanya terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu dan harus segera ditangani agar tak meningkat menjadi eklamsia yang tak saja bahaya buat ibu tapi juga janin.

Preeklamsia yang masih ringan akan ditandai dengan tekanan darah yang meninggi, protein yang berlebihan dalam urin, pembengkakan, serta kenaikan berat badan yang cepat. Sedangkan yang parah ditandai dengan tekanan darah tinggi yang terus meningkat dan kadar protein yang lebih tinggi lagi dalam urin, sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah urin. Selain itu, penglihatan pun menjadi kabur, perut terasa sakit atau panas, sakit kepala, serta denyut nadi yang cepat. Kecuali itu, bengkak karena preeklamsia tidak hanya terjadi di kaki, tapi akan terjadi pada wajah dan tangan. Nah, kalau terjadi pembengkakan di wajah atau tangan, segera periksakan diri untuk mengetahui apakah penyebabnya bersifat patologis atau fisiologis.

Risiko eklamsia ini sangat besar, ibu bisa mengalami kejang-kejang hingga tak terselamatkan. Tentunya jika ibu sampai tidak tertolong, janin pun bisa mengalami nasib yang sama. Kalaupun hidup, bisa terjadi kelahiran prematur, gagal ginjal, dan kerusakan hati. Selain itu, jika aliran darah ke janin berkurang, ia dapat mengalami keterlambatan pertumbuhan.

Pada saat eklamsia mengancam, biasanya dokter akan mengutamakan keselamatan ibu. Bayi akan dikeluarkan dengan proses induksi untuk menghasilkan persalinan normal. Jalan operasi dihindari karena dapat menimbulkan cacat rahim pada ibu.

Tentu saja hipertensi tak selalu berdampak buruk bagi kehamilan. Asalkan terkontrol, penyakit tekanan darah tinggi ini tak akan jadi masalah. Bahkan untuk kasus preeklamsia, pada umumnya setelah masa kehamilan, penyakit tersebut akan menghilang dengan sendirinya.

Penanganan:

O Rutin berkunjung ke dokter dan ceritakan kepada dokter mengenai riwayat kesehatan ibu yang memiliki tekanan darah tinggi. Dengan begitu dokter dapat melakukan pengawasan ketat selama masa kehamilan.

O Mengonsumsi obat-obatan yang berfungsi menurunkan tekanan darah. Jika dengan pengobatan, tekanan darah ibu tetap tinggi hingga mengancam keselamatan, maka janin harus dikeluarkan.

O Rajin mengontrol tekanan darah dengan cara mengukur tekanan darah setiap berkunjung ke dokter.

O Waspadai penambahan bobot selama kehamilan. Penambahan berat badan ibu hamil pengidap hipertensi sebaiknya tidak lebih dari 2 kg per bulan.

O Kurangi konsumsi makanan bergaram.

HIPOTENSI

Ada juga ibu yang mempunyai tekanan darah rendah, biasanya dengan ukuran tekanan darah 90/60. Hanya saja hal ini tidak sampai berakibat fatal. Gejala yang dialami umumnya sama dengan hipertensi yaitu pusing-pusing dan sakit kepala disertai tubuh lemas. Hipotensi biasanya terjadi karena ibu kurang tidur atau kurang istirahat dan kecapaian.

Penanganan:

* Cukup banyak istirahat dan cukup tidur.

* Makan makanan yang dapat menaikkan tensi darah seperti daging kambing selama porsinya tidak banyak.

* Diperbolehkan makan makanan yang bergaram atau asin.

DIABETES

Kehamilan dapat mempengaruhi timbulnya penyakit diabetes pada seseorang. Perlu diketahui, saat kehamilan terjadilah perubahan tingkat karbohidrat dalam tubuh ibu. Hal ini terjadi karena selama kehamilan dibutuhkan energi yang lebih dari biasanya bagi pertumbuhan janin. Hanya saja, intake atau asupan karbohidrat yang meningkat dapat membuat persediaan hormon insulin dalam tubuh tak mencukupi. Peran hormon ini adalah mengendalikan kadar gula dalam darah yang diubah dari karbohidrat tersebut. Akibatnya terjadilah penimbunan kadar gula yang tinggi dalam darah yang menyebabkan kenaikan kadar gula darah. Gejala dan keluhan diabetes yang paling khas dan harus diwaspadai adalah banyak makan, banyak kencing, dan banyak minum.

Diabetes bawaan maupun diabetes yang didapat semasa hamil bisa berakibat sama terhadap kehamilan, yaitu: hidramnion (cairan ketuban terlalu banyak), distosia (persalinan macet), dan hypoglicemia (penurunan kadar gula secara drastis) yang membuat ibu tak punya energi untuk mengedan. Kesulitan lainnya, saat persalinan bisa terjadi inersia urteri (rahim tak berkontraksi dengan baik) atau setelah plasentanya keluar terjadi atonia uteri (rahim tak bisa mengecil lagi).

Namun, selama kadar gula darah terkontrol baik maka kehamilan dengan diabetes bisa berjalan baik.

Penanganan:

* Lakukan konsultasi dengan dokter kandungan, dokter penyakit dalam, dan ahli gizi.

* Bila penyakit diabetes itu merupakan bawaan, lakukan pengobatan sebelum hamil. Minimal lakukan persiapan dengan mengatur kadar gula darah sebaik mungkin.

* Jika kemudian hamil, lakukan kontrol kadar gula darah sebelum usia kehamilan mencapai 8 minggu. Dengan demikian, kelainan dapat terdeteksi dan dicegah.

* Perhatikan peningkatan berat badan. Penambahan yang normal hingga kehamilan berusia 6 bulan adalah sekitar 1-1,5 kg per bulan. Setelah memasuki bulan ke-7 kenaikan bobot sebaiknya berkisar antara 0,5-1 kg per bulan. Waspadalah bila dalam sebulan kenaikan berat badan mencapai 4-5 kg. Untuk memastikan meningkatnya kadar gula atau tidak, perlu pemeriksaan laboratorium.

* Sebaiknya pemeriksaan laboratorium terhadap gula darah dilakukan secara rutin demi pencegahan hal-hal yang tak diinginkan.

* Bagi penderita diabetes ringan atau kadar gula darah sekitar 140, lakukan diet makanan dengan mengatur pemasukan karbohidrat, protein, dan lemak. Pemasukan karbohidrat kurang lebih 30-40 persen, protein 20-30 persen, dan lemak sekitar 15-20 persen. Konsultasikan hal ini dengan ahli gizi.

JANTUNG

Tak semua ibu yang memiliki riwayat penyakit jantung tidak boleh hamil, tergantung pada tingkat keparahannya. Penyakit jantung sendiri memiliki empat tingkatan. Pada tingkatan pertama, gejalanya masih tergolong ringan yakni penderita tidak mengalami sesak napas atau jantung berdebar. Jadi seakan-akan ia baik-baik saja. Tingkatan kedua adalah penyakit jantung golongan sedang, dimana penderita sehari-hari merasa sehat tapi begitu beraktivitas sedikit berat, seperti berlari, maka jantung terasa sesak, berdebar atau cepat lelah. Tingkat ketiga sudah termasuk penyakit jantung kategori berat; saat istirahat penderita merasa nyaman, tapi saat mengerjakan pekerjaan sehari-hari, kendati aktivitas itu ringan, ia akan mengalami sesak atau muncul gejala kelemahan jantung. Pada tingkat keempat atau sudah masuk kategori sangat berat, tanpa mengerjakan apa-apa pun penderita sudah menderita sesak.

Penderita penyakit jantung golongan tiga dan empat akan menghadapi risiko tinggi bila hamil. Lantaran itu, mereka disarankan untuk tidak hamil karena akan memperburuk kondisi kesehatannya. Kalaupun hamil perlu perawatan instensif di rumah sakit. Dengan risiko berikut:

* Ibu tidak dapat diselamatkan.

* Bayi lahir dengan berat rendah karena sirkulasi darah dan makanan dari ibu ke janin tidak lancar.

* Ancaman keguguran di trimester pertama.

Penanganan:

* Kehamilan pada ibu dengan gangguan jantung tingkat 3 atau 4 harus diakhiri sebelum usia kandungannya mencapai 20 minggu. Lewat dari masa itu, kehamilan bisa sangat membahayakan ibu, mau tak mau janin mesti dikeluarkan.

* Ibu yang memiliki penyakit jantung golongan ringan atau sedang biasanya masih diperbolehkan hamil dengan beberapa persyaratan:

- Berkonsultasi pada ahli kandungan dan ahli jantung (kardiolog). Tanyakan kepastian apakah kehamilan bisa dipertahankan atau tidak. Bila bisa dipertahankan bagaimana proses persalinannya nanti; melahirkan normal atau dengan bantuan alat semisal vakum.

- Tidak banyak melakukan aktivitas dan banyak beristirahat. Namun, bukan berarti ibu hamil pengidap penyakit jantung harus berdiam seharian di tempat tidur. Boleh-boleh saja melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk bekerja, asalkan sesuai dengan ketentuan beban jantungnya. Siang hari lakukan istirahat 1-2 jam sementara tidur lebih dini di malam hari.

- Mengindari stres emosional.

- Minum obat-obatan yang dianjurkan dokter.

- Bila kehamilan sudah memasuki 37 minggu sebaiknya ibu beristirahat di rumah sakit. Tujuannya agar bisa dijaga secara ketat oleh dokter dan mendapat pengawasan ekstra.

ASMA

Ibu pengidap asma tak perlu ragu merencanakan kehamilan karena tak setiap kondisi kehamilan akan diperparah dengan adanya penyakit mengi ini. Yang penting asma tidak kambuh. Gangguan saluran pernapasan akibat asma bisa dicegah dengan cara menghindari pencetusnya. Biasanya ibu penderita asma sudah tahu apa yang yang dapat memicu asmanya.

Jika ibu sering mengalami sesak napas, maka pemasukan oksigen ke paru-paru jadi terganggu. Hal ini bisa berpengaruh pula pada jumlah oksigen yang diperoleh janin. Kemungkinan yang terjadi, janin mengalami kekurangan oksigen yang dapat mengakibatkan hambatan pada proses tumbuh kembangnya. Gangguan akan terlihat dari berat lahirnya yang rendah atau tubuhnya yang kecil sehingga organ-organnya pun tak berkembang sempurna.

Penanganan:

* Ibu hamil hendaknya selalu menjaga diri agar asmanya tidak kambuh atau tidak sampai terjadi serangan. Hindari pencetus asma seperti, udara dingin, debu, boneka berbulu, serbuk bunga, asap obat nyamuk, dan lainnya.

* Melakukan kontrol ke dokter, sama halnya seperti pengidap diabetes. Selama kehamilan ibu pengidap asma sebaiknya berkonsultasi pula dengan dokter penyakit dalam atau spesialis paru untuk menjaga kondisinya agar jangan sampai terkena serangan.

* Minum obat-obatan yang diberikan dokter. Umumnya obat-obatan asma aman untuk kehamilan.

* Lakukan latihan pernapasan bila kehamilan sudah semakin besar untuk mengurangi rasa sesak yang ditimbulkan. Perhatikan pula posisi-posisi tubuh yang nyaman untuk dapat bernapas lega seperti tidur dengan letak bantal yang agak lebih tinggi atau tidak tidur telentang misalnya. Selama tak ada serangan dan panggul cukup lebar, ibu bisa bersalin normal.

Hepatitis B

Hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan virus, dengan gejala berupa ikterik (selaput mata berwarna kuning), air seni berwarna seperti air teh, malaise (cepat lelah), mengalami demam dan badan terasa tak enak.

Sejauh ini belum ditemukan adanya cacat bawaan pada bayi dari ibu pengidap hepatitis B. Walau kemungkinan risiko janin tertular virus hepatitis tetap ada yakni melalui darah ibu yang mengandung virus hepatitis yang mengalir ke tubuh janin.

Penanganan:

* Melakukan kontrol ke dokter kandungan dan dokter ahli penyakit dalam.

* Melakukan pemeriksaan kadar HbsAg (antigen hepatitis B) di usia kehamilan 4 bulan ke atas untuk memonitor jumlah virus dalam darah. Peningkatan jumlah virus memperbesar risiko penularan pada janin.

* Mengonsumsi obat-obatan untuk mengatasi hepatitis B yang diberikan dokter.

- Mendapat penanganan medis untuk mencegah perdarahan pascapersalinan. Menurut penelitian, ibu dengan hepatitis biasanya mengalami perdarahan yang lebih banyak setelah persalinan.

* Bayi yang lahir dari ibu pengidap hepatitis B, begitu lahir harus langsung mendapat vaksinasi hepatitis.

Tidak ada komentar: